Organisasi atau Tuhan?
Secara teologis, Islam telah membebaskan manusia dari penghambaan kepada manusia dan makhluk lainnya, apalagi kepada buah karya manusia itu sendiri. Sebagai makhluk pilihan dan khalifah di muka bumi, manusia hanya menyerahkan diri kepada Allah, ini telah dinyatakan secara lisan maupun tulisan ketika umat manusia menjalankan ibadah shalat setiap waktu. Secara tulisan sudah banyak teks (ayat-ayat) Allah yang menegaskan penghambaan manusia hanya kepada Allah semata, bukan kepada sesama makhluk yang masing-masing diatur oleh Allah.
Melalui konsep tauhid, manusia secara penuh sebagai makhluk yang merdeka, bebas dari tekanan apapun dan bergantung kepada apapun dan siapapun hanya melakukan penghambaan kepada Allah semata. Laa ilaaha illa Allah merupakan konsep yang harus tertanam dalam hati setiap manusia. Tidak Tuhan selain Allah adalah ungkapan yang maha dahsyat yang menjadi ikatan batin manusia dalam melakukan segala aktivitasnya.
Sebagai sebuah agama yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, Islam telah membebaskan semua pemeluknya untuk berkarya di muka bumi ini dengan jalan yang sudah ditentukan Allah. Manusia dengan segala sesuatu yang ada padanya, baik harta benda, kedudukan, jabatan dan bahkan kekayaan yang dimiliki, tidak patut dan layak untuk sekedar dibanggakan oleh manusia apalagi sampai menuhankannya dengan apapun alasan yang dilontarkan. Namun, perjalanan waktu kian membuktikan perilaku menyimpang manusia dalam bidang tauhid, akidah semakin tergadaikan oleh pangkat dan kedudukan manusia.
Fenomena membuktikan, bagaimana manusia membanggakan sesama manusia dan buah karya yang dihasilkan manusia. Krisis akidah semakin menampakkan diri ke permukaan, seakan perjalanan manusia di muka bumi ini kekal dalam dimensi waktu yang tidak ditentukan keagenannya. Perilaku menyimpang dalam akidah seakan terus mendapatkan posisi tinggi tanpa disadari telah merasuk dalam sendi-sendi kehidupan manusia.
Kelebihan yang diberikan Tuhan kepada manusia dengan meningkatkan status sosialnya, seperti harta, kedudukan, pangkat dan fatamorgana kehidupan lainnya dijadikan sebagai barometer ketaatan manusia kepadanya. Mereka di puja dan di puji dalam setiap tingkah lakunya, mereka seakan tuhan-tuhan yang sangat berpengaruh membolak balikkan keadaan manusia lainnya. Manusia menuhankan manusia yang layak disembah, diibadahi dan sebagai tempat bergantung yang bisa memberikan sedikit keberuntungan padanya.
Realita di zaman modern ini, telah banyak membawa manusia ke arus yang sangat krisis dalam akidah. Dimana kemiskinan menyebabkan manusia harus mencari tempat yang nyaman untuk menakar hidupnya, lalu manusia yang memberikan sedikit ketenangan dipuja dan dibanggakan, ia lupa bahwa Allah sebagai tujuan hidupnya. Banyak umat manusia yang level intelektualnya tinggi lalu bergabung dalam organisasi sebagai wadah mengaktualisasikan pikiran-pikirannya, dan abai terhadap Tuhannya, fanatik terhadap organisasinya dan mengklaim salah organisasi lain. Organisasi dianggap tujuan mengaktualisasikan intelektualitas dan lupa terhadap spiritualitas yang dituju.
Ketidak pemahaman seseorang terhadap tujuannya melangkah telah menimbulkan berbagai degradasi, krisis akidah bermunculan diberbagai sendi dan melalui aspek-aspek yang tidak bertahan lama dan yang abadi sejatinya menjadi tujuan dalam merangkul kegiatan dilupakan. Popularitas dan kenyamanan hidup diprioritaskan tanpa berpikir bahwa semua adalah titipan belaka, kecerdasan dituhankan tanpa memikirkan dibalik kecerdasan yang ada.
Organisasi keagamaan sangatlah penting dalam menunjang kreativitas dan mengembangkan ukhuwah Islamiyah. Tapi fanatik terhadap organisasi adalah jalan yang salah, karena organisasi bukanlah tujuan melainkan jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan. Tujuan sebenarnya berorganisasi adalah untuk memupuk kesatuan diri dengan sesama memikirkan dan mengagungkan kuasa tujuan berorganisasi itu sendiri yakni Allah Swt.
Fanatik berorganisasi akan menimbulkan intoleransi yang kental dan mengancam persatuan dan kesatuan dalam menuju Tuhan. Perlu menanamkan niat yang tinggi untuk wasilah dalam berorganisasi dan perlu memilah apa tujuan dan bagaimana sarana untuk mencapai tujuan. Tujuan organisasi adalah Allah dan sarana untuk mencapai tujuan tersebut adalah aktivitas-aktivitas organisasi. Fanatik yang tinggi dalam berorganisasi akan menghilangkan tujuan yang sebenarnya, dan setiap yang berbeda dengan pemahaman organisasi akan dianggap salah dan berhak untuk dipersalahkan. Kebaikan-kebaikan yang muncul dari organisasi atau kelompok lain dianggap salah, padahal sudah sesuai dengan syariat yang diyakininya. Hal semacam ini sudah dijelaskan oleh Rasulullah;
“Dari Abdullah Ibnu Mas’ud, Rasulullah Saw bersabda; tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya kesombongan seberat biji sawi. Bagaimana dengan seseorang yang senang dengan pakaian dan sandal yang bagus? Rasul bersabda; sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai yang indah dan sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR. Muslim).
Dalam perkembangan organisasi keagamaan di Indonesia saat ini, masing-masing organisasi saling menyerang dengan dalih paham organisasinya paling benar dan paling berhak ditampilkan ke permukaan dan menjadi pegangan umat manusia. Pada zaman dahulu, organisasi ini identik dengan suku dan kafilah yang menyebar diberbagai penjuru Timur Tengah, yang berupaya saling serang dan menjatuhkan antar kafilah. Yang perlu ditanamkan dalam hati bahwa tidak ada kebenaran tunggal, kebenaran yang dihasilkan manusia serba relatif menurut interpretasi yang kembangkannya. Organisasi atau aliran hanya sebuah alat untuk menuju kebenaran yang sesungguhnya
Islam dengan segala kesempurnaan yang ada padanya, akan indah dengan segala perbedaan, karena perbedaan adalah takdir yang mewarnai keislaman. Berbeda sudah ada sejak zaman Nabi dalam mendakwahkan ajaran Islam, dan Islam hadir untuk menyatukan visi-misi kejiwaan dalam konteks menyatukan sesembahan, menyatukan kerasulan Nabi Muhammad dan menyatukan pedoman hidup. Bagaimana suku Aus dan Khazraj yang ada di Yatsrib terpecah belah kemudian Rasulullah satukan mereka dalam naungan Islam. Bagaimana Muhajirin dan Anshar yang berbeda suku dan komunitas di Madinah, Rasulullah hadir dengan menyatukan mereka dalam bendera Islam.
Fanatik berlebihan terhadap organisasi tidaklah benar, seperti yang dijelaskan di atas, akan menimbulkan perpecahan dan menghilangkan tujuan sebenarnya. Karena fanatik ini muncul dari ketertarikan terhadap sesuatu yang berlebihan dan menyebabkan organisasi lain tidak baik walaupun dasarnya baik. Fanatik ini adalah cara berpikir yang sempit karena berpikir tidak menggunakan akal dan pikiran serta alasan yang kuat dan logis dan jernih dan menghilangkan kebenaran. Ada beberapa hal penyebab timbulnya fanatik yang berlebihan kepada organisasi atau aliran lain:
Adanya keyakinan bahwa ideologinya adalah satu-satunya kebenaran yang harus dibelanya
Adanya keyakinan bahwa ideologinya adalah berbeda dari ideologi-ideologi lainnya
Adanya keyakinan bahwa ideologi yang dianutnya mampu mengantarkan kebahagiaan dunia-akhirat
Adanya ketidaktahuan, yakni fanatik yang dasarnya hanya ikatan emosi dan atau primordial belaka, sikap ini sering disebut dengan fanatik buta.
Fanatik yang dibahas di atas adalah fanatik yang sifatnya simbolik, yakni fanatik golongan yang didasarkan karena adanya kepentingan pribadi dan kepentingan golongan. Fanatik seperti ini jelas tidak dibenarkan karena akan mengalahkan tujuan sebenarnya yakni menuju Tuhan. akhirnya sikap fanatik yang seperti ini akan menimbulkan sebuah sikap reduksi terhadap simbol atau golongan lain. Orang yang fanatik seperti ini cenderung menutup diri dari segala sesuatu selain kelompoknya. Jika yang terjadi sikap fanatik seperti ini, maka segala sesuatu yang dilakukan pasti akan terkoreksi dengan sendirinya oleh dinamika kehidupan.
Pada hal-hal yang prinsipil, fanatik itu diperlukan untuk menunjukkan eksistensi organisasi atau aliran terhadap pemahaman yang dianut. Gerakan yang seperti ini biasanya terjadi di tingkat bawah. Karena sebuah paham atau upaya untuk membentuk fanatisme ini bertujuan untuk mendorong kelompok tertentu dalam menjalankan pahamnya. Dengan cara yang seperti ini sebuah paham akan cepat berjalan dan muncullah sikap fanatisme.
Fanatisme akan selalu ada dalam setiap gerakan-gerakan. Karena akan ada suatu kebutuhan, baik psikis maupun materi. Keduanya saling membutuhkan satu sama lain, sebagai arus penggerak dan yang digerakkan, keduanya terjadi arus timbal balik. Di arus penggerak ada kepentingan tertentu yang hanya bisa tercapai melalui sebuah kelompok. Sedangkan dari arus yang digerakkan atau masa, mereka memerlukan pencarian jati diri atau bahkan sikap bangga dan butuh diakui di tengah-tengah masyarakatnya. Hal ini menyangkut kebutuhan dalam berorganisasi masing-masing. Tapi fanatik yang dianjurkan sebatas kepada mempertahankan akidah atau hal-hal yang prinsipil dan inilah sebagai metode dalam menyatukan visi misi keislaman.
Melihat perkembangan paham dalam organisasi dan aliran-aliran saat ini yang saling klaim kebenaran dan saling menjatuhkan satu dengan yang lainnya, maka perlu ada sumbangsih pemikiran dalam menghadapi fanatisme berpikir ini. dibutuhkan sikap-sikap berikut:
Perbedaan ormas harus disikapi sebagai sunatullah yang mana masing-masing ormas mempunyai pangsa dan segmen pasar sendiri-sendiri.
Harus saling memahami agar muncul sikap toleransi lalu ditingkatkan saling membantu.
Agar muncul sikap saling membantu, perlu dicari musuh yang menjadi ancaman semua ormas, misalnya korupsi, ketertinggalan, kebodohan, kemiskinan dan ketidak adilan.
0 comments:
Post a Comment