Pemaksaan Takdir
Menjelang momen politik Nusantara, santer didengar perbedaan-perbedaan berseliweran menyelimuti kutub dialog masyarakat diberbagai lapisan. Mulai dari perbedaan cara pandang, cara melihat sesuatu, perbedaan organisasi yang menjurus kepada perbedaan persepsi untuk menilai organisasi mana yang lebih akuntabel dalam menyikapi kebutuhan umat. Perbedaan organisasi ini kemudian menimbulkan perbedaan pilihan, masing-masing menonjolkan pilihan yang mewakili organisasi, lalu perpecahan terkadang muncul karena masing-masing mengklaim kebenaran yang dianut. Padahal sejatinya perbedaan itu adalah hal yang lumrah di negeri tercinta, hanya saja kecintaan buta terhadap organisasi terkadang harus lupa terhadap bingkai organisasi tersebut yaitu agama.
Di Indonesia, terdapat ribuan bahkan jutaan tradisi yang berusaha menonjolkan diri ke permukaan melalui media sosial dan media cetak. Tujuannya tidak lain agar masyarakat disemua lapisan mengetahui eksistensinya yang selama ini ikut mewarnai pentas keindonesiaan, tetapi walaupun demikian, banyak pula lapisan yang mengeluarkan statemen yang membangun ketersinggungan bagi pihak tradisi tersebut. Lagi-lagi pihak ini mengklaim bahwa tradisi tersebut salah di mata agama dan tidak patut untuk dipertontonkan, lalu timbul argumentasi saling menyalahkan yang berujung kepada saling gugat menggugat, saling menyalahkan dan saling serang dengan memanfaat media yang ada untuk saling menjatuhkan satu dengan yang lainnya.
Selain perbedaan tradisi kehidupan, yang paling menonjol adalah perbedaan tentang sesuatu yang melekat pada fisik yang menjadi identitas kebinekaan Indonesia. Tetapi masih banyak orang yang tidak memahami arti dari perbedaan tersebut, yang kulit hitam dan keriting merasa tereliminasi dari sosial tempatnya bercengkerama karena yang kulit putih berusaha menonjolkan keangkuhannya menjadi pemenang dalam warna-warni kebinekaan. Begitupun dengan orang yang miskin, ketakutan bersosialisasi selalu menjelma dalam bayangannya, karena kenyataannya banyak orang yang kaya enggan untuk bergaul dengan orang miskin. Sama halnya dengan golongan yang distabilitas, sebagian merasa tersisih oleh realita hidup yang seakan kehidupan ini hantu nyata baginya, karena gesekan orang yang sempurna menurut klaim pribadi.
Dalam urusan ibadah misalkan, banyak sekali perbedaan-perbedaan tata cara beribadah dengan yang satu dengan lainnya, madzhab yang satu mengklaim diri paling shahih dan menjalankan tata cara ibadah madzhab lain. Perbedaan ini terkadang sering mengakibatkan permusuhan, padahal ibadah tersebut adalah wahana menuju penyembahan yang kokoh dan mempertebal iman yang berimplikasi kepada terbangunnya ukhuwah. Masing-masing mengklaim paling benar dalam beribadah tanpa menyadari bahwa cara mereka saling klaim kebenaran yang menimbulkan pertikaian adalah hal yang tidak diajarkan dalam ibadah yang dilakukan.
Selain hal-hal di atas, yang sering kali dijadikan pertikaian pada masyarakat majemuk adalah perbedaan pendapat yang banyak terjadi diberbagai forum dan dialog-dialog. Perbedaan pendapat memicu pertengkaran dan konflik. Padahal perbedaan pendapat dalam Islam adalah keniscayaan. Dari dahulu sampai sekarang ada ragam pendapat dalam Islam. Sehingga perlu kedewasaan berpikir dan bijak dalam melihat varian pendapat ulama.
Sebagian orang tidak siap menerima perbedaan pendapat tersebut. Mereka menganggap apa yang dipikirkan dan dipelajarinya kebenaran final. Sehingga tidak ada lagi ruang dialog dan diskusi. Akibatnya, dia menganggap orang yang berbeda pendapatnya sebagai lawan dan musuh. Maka, acapkali terjadi lantaran beda pendapat saling mencaci, menyesatkan, bahkan mengafirkan. Kata-kata kasar pun dikeluarkan untuk menunjukkan ketidaksetujuan terhadap pendapat yang dilontarkan orang lain. Padahal berkata kasar dalam Islam sangat dilarang. Apalagi bila kata kasar itu menyakiti hati orang lain. Rasulullah bersabda yang diriwayatkan al-Bukhari:
المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده.
“Muslim adalah orang yang mampu menjaga orang lain dari lisan dan tangannya”
Hadis Ini menegaskan bahwa mencaci-maki bukanlah perbuatan yang baik, bahkan Rasulullah mengategorikannya sebagai bentuk dari kefasikan. Dengan demikian, keliru bila ada orang yang ingin membuktikan loyalitasnya terhadap Islam dengan cara memaki dan berkata kasar kepada orang lain.
Karenanya, hadapilah perbedaan pendapat dengan penuh kearifan. Ajaklah orang yang berbeda pendapat dengan kita dialog dan diskusi. Jangan sampai hanya karena beda pendapat kita menyesatkan dan mengafirkan orang lain. Sebab konsekuensi dari pengafiran dan penyesatan itu sangatlah berbahaya. Rasulullah jauh-jauh hari sudah mengingatkan agar tidak gampang menyesatkan dan mengafirkan orang lain. Bahkan orang yang mengafirkan orang lain, tuduhan itu akan kembali kepadanya bila itu tidak benar.
Islam yang berisi ajaran-ajaran kebenaran memandang bahwa perbedaan yang ada pada umat manusia adalah sebuah rahmat agar manusia mampu memahami akan warna warni yang Allah gariskan dalam kehidupan. Dengan warna-warni tersebut, menjadi keindahan bagi semua makhluk di muka bumi dan sebagai tanda bahwa Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu, bagi orang yang semakin menghayati makna dari perbedaan, di sanalah manusia akan menyadari bahwa tidak ada yang sulit bagi Allah untuk membuat makhluk menjadi satu. Justru dengan perbedaan-perbedaan itulah yang akan menjadikan agama, nusa dan bangsa menjadi kuat. Dalam hal perbedaan, Rasulullah pernah menjelaskan dalam sabdanya:
“Umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Semuanya masuk neraka kecuali satu golongan.” Ditanyakan kepada beliau, “Siapakah mereka, wahai Rasul Allah?” Beliau menjawab, “Orang-orang yang mengikutiku dan para sahabatku.” (HR Abu Dawud, At-Tarmizi, Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darami dan Al-Hakim).
Disadari atau tidak, perbedaan merupakan keniscayaan pada semua makhluk di muka bumi, agar makhluk bisa menanamkan rasa saling mencintai, saling menghargai dan saling merangkul dalam perdamaian. Al-Qur’an dan al-Hadits sebagai rujukan utama umat Islam telah menggoreskan dalam kalam-Nya untuk menyikapi segala perbedaan dengan bijak dan toleran. Islam mengajarkan umat dalam menyikapi perbedaan bukan dengan konfliktual, tetapi dengan damai aman dan sejahtera, sehingga dalam perkembangan berpikir manusia dengan membangun kehidupan yang berlandaskan semangat kebersamaan dan saling menghormati, karena perbedaan adalah wahana tetapi bukan pembeda dalam tujuan.
Dengan tetap berpegang teguh kepada ajaran Islam, maka umat manusia harus meyakini bahwa perbedaan yang ada sebagai cara Allah mengurai benang yang kusut, dan umat manusia harus mensyukuri dan mengambil ibrah dari ketetapan Allah dalam hal perbedaan. Karena perbedaan garisan hidup yang sudah ditetapkan Allah. Manusia tidak akan bisa hidup dengan satu warna dan satu unsur saja, karena kehidupan tidak akan berjalan tanpa adanya kebinekaan. Tetapi bagi mereka yang tidak mau belajar memikirkan takdir Allah, maka perbedaan bagi nya adalah sumber konflik yang terus menerus dikembangkan sehingga menghasilkan pertikaian dan ketidak nyamanan bagi pihak-pihak yang merasa tersingkirkan.
Dibalik perbedaan-perbedaan yang ada di muka bumi ini, Allah membuka kuasa tabir-Nya untuk kedamaian dan kemashlahatan bagi sesama. Melalui perbedaan, antara manusia satu dengan yang lain dapat saling membutuhkan, saling melengkapi dan saling tolong menolong untuk satu tujuan yang mulia yakni menggapai ridha Allah. Hanya dengan semangat meyakini perbedaan yang bisa membawa manusia menjadi makhluk yang berjuang mulia menjadi manusia yang kamil. Manusia yang sempurna yang dipercaya untuk mengatur bumi yang luas ini.
Kesadaran terhadap hidup dan kehidupan yang penuh dengan perbedaan ini, manusia akan menjadi pribadi yang kuat dan kokoh dalam menilai diri sendiri dan menghargai orang lain, menyadari bahwa manusia tidak ada yang sempurna kemudian tidak gampang merasa diri paling benar, baik dalam pemikiran maupun perbuatan. Selama ini umat banyak dikecohkan dalam pendirian yang keliru, menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh orang lain salah dan dialah yang paling benar, maka konflik tidak urung terhindarkan dari ego semacam itu. Dalam al-Qur’an Surat ar-Rum: 22 Allah telah mengingatkan kepada umat manusia.
وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِلْعَالِمِين
“dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya adalah penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang yang mengetahui”.
Sebagai umat yang meyakini kebenaran teks suci Allah, manusia akan menyadari berdasarkan ayat di atas, bahwa Allah mengingatkan kepada umat manusia dan Islam khususnya, bahwa perbedaan itu merupakan tanda-tanda kekuasaanNya yang akan menjadikan manusia berpikir terhadap hikmah yang terkandung di dalamnya. Bagi Allah tidak ada yang mustahil dan tidak mungkin seandainya Allah menyatukan perbedaan-perbedaan yang telah tersebar di seluruh dunia. Tetapi Allah tidak menghendaki keseragaman, variasi dalam setiap gerak-gerik akan menjadi warna sebagai bentuk kekuasaanNya.
0 comments:
Post a Comment