Syirik tanda tak mampu
Tauhid merupakan kalimat penentu keislaman seorang. Kalimat yang mengikat jiwa raga umat manusia untuk tunduk dan patuh terhadap segala perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Kalimat ini pula yang akan menyelamatkan umat manusia dari dahsyatnya sakaratul maut. Kalimat yang dengannya umat manusia berlindung atas spiritual keagungan Allah. Kalimat yang akan membawa umat manusia menuju ridha surga-Nya.
“Asyhadu an Laa ilaaha illa Allah, wa Asyhadu anna Muhammadun Rasulullah” (aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Kalimat yang sungguh ringan di luar kepala, namun memiliki makna yang berat mengalahkan langit dan bumi. Kalimat ini jelas mengatakan bahwa manusia telah terbebas dari perbudakan yang mengusik hatinya, dan konsentrasi menuju alam yang bebas. Firman Allah dalam al-Qur’an Surat ar-Rahman: 27, “Tiap sesuatu akan mengalami kepunahan, dan hanya Allah yang kekal yang memiliki kebesaran dan kemuliaan”.
Konsekuensi dari kalimat Tauhid adalah menjadikan tujuan hidup menuju kasih sayang dan ridha nya Allah. Dengan mengucap kalimat ini, maka segala yang ada di dunia adalah penampakan diriNya. Dengan kalimat ini pula, manusia menyatakan diri bahwa hidup dan matinya hanya untuk Allah, dan hanya Allah yang Maha Kuat yang mengatur peredaran masa, yang membolak balikkan hati dan yang mencerdaskan manusia menjadi makhluk yang terhormat dibandingkan dengan makhluk lain. Manusia di atas dunia pada posisi yang sama, tidak ada yang membedakan selain dengan ketakwaannya kepada pemilik nafas dan raga.
Zaman modern, era globalisasi dan masa milenial telah merubah pandangan manusia terhadap keilahian Allah. Zaman ini telah merubah pandangan manusia dari kecintaan kepada Allah menuju kecintaan terhadap sesama makhluk dan hasil karya manusia, seperti yang sudah di bahas pada bagian sebelumnya. Persepsi tentang Tuhan baru menjelma dalam segala bentuk dan interpretasi yang membuat manusia menjadi budak terhadap dirinya.
Tuhan Baru
Tema ini cukup menarik untuk dibahas dan mengembalikan nilai kemanusiaan yang sejak lama telah tergadai oleh tuhan-tuhan berhala modern yang secara tidak sadar telah dijadikan sebagai pengganti Tuhan yang sebenarnya Tuhan. Kalimat syahadat yang telah membebaskan manusia dari perbudakan, kini nilai keagungannya mulai bergeser sedikit demi sedikit oleh berhala modern yang cukup mempengaruhi tingkah laku manusia dalam penghambaannya kepada Allah.
Berhala modern adalah istilah yang dipakai dalam memaknai mobilitas modern yang semakin berkembang tanpa bisa dikontrol. Manusia mengikuti perkembangan itu dengan serius dengan menyampingkan kalimat syahadat yang seharusnya diagungkan dalam menghadapi kemajuan zaman tersebut. Manusia yang merasa sempurna jatuh bangun dalam mengadakan penghambaan terhadap tuhan baru ini, bahkan tidak sedikit yang harus meregang nyawa demi tuhan semacam ini. Yang paling tampak dalam proses penghambaan manusia modern adalah, manusia modern mati-matian mengejar dengan berbagai macam cara demi tuhan yang tidak layak disembah.
Godaan zaman teknologi memang mengubah semuanya menjadi instan dan mudah, yang jauh kini sudah ada di pelupuk mata, terdengar di telinga tapi esensinya itu semua sangat jauh. Jauh dari cita rasa penghambaan kepada Allah semata. Silaturahim yang seharusnya terjalin erat dengan saling berjabat tangan, kini hanya cukup melalui gadget dan gadget menjadi pilihan utama dengan menggadai barang yang lain demi memenuhi gadget ini.
Di dalam gadget tersebut terdapat aplikasi yang kedudukan seperti Tuhan yang Maha Tahu. Aplikasi tersebut namanya Google, aplikasi ini mampu menyelesaikan semua masalah tanpa kendala, aplikasi ini selalu hadir menemani umat manusia modern disetiap langkahnya, dan aplikasi ini pula yang menentukan arah manusia modern kemanapun akan melangkah dan indahnya tuhan baru ini hanya bisa dibuka dengan memakai kunci otomatisnya yakni uang.
Dalam perkembangannya, tuhan Google ini telah mendapatkan kedudukan paling tinggi bagi manusia sekarang. Google dituhankan karena karakteristiknya menyerupai tuhan, kecepatannya mengalah gaya berpikir manusia, segala yang diminta Google akan menampilkannya, setiap yang dicari, maka Google akan segera menunjukkan. Google mampu menjawab yang tidak mampu dijawab oleh orang lain dengan cepat. Google saat ini menempati posisi spesial pada diri manusia, terutama kaum milenial.
Sama dengan radikalisme, terorisme, fundamentalisme dan isme-isme lain yang digunakan untuk menyebut pengikut kata yang diiringi dengan isme. Maka, Google dengan kesempurnaannya menurut pengikutnya disebut “Googlisme”, yang menunjukkan bahwa Google memiliki pengikut yang mengalahkan organisasi terbesar manapun. Googlisme adalah golongan atau orang yang meyakini bahwa Google adalah sumber tak terbatas yang mampu mendatangkan segala jenis pengetahuan dan mengubah pengikutnya menjadi mengetahui segala hal.
Layaknya agama yang memberikan ketenangan dengan warna-warni ajaran di dalamnya, Google pun tidak kalah menurut Googlisme. Google telah menyiapkan perangkat yang mampu menghipnotis pengikutnya dengan varian-varian yang akan terus memberikan semangat baru bagi pengikutnya terutama kaum milenial. Facebook, twitter, Youtube, instagram dan lain sebagainya adalah varian yang berusaha menampilkan upgrading (pembaharuan) terus menerus yang akan mengakibatkan pengikutnya lupa segala sesuatu, yang ada hanyalah Google.
Sadar atau tidak Google telah merubah sendi kehidupan umat manusia, bahkan Google telah mampu mengabulkan doa-doa pengikutnya dengan cepat. Bagi mereka apapun penyakit yang diderita, maka Google akan menampilkan obatnya dengan dari berbagai sumber dan keahlian. Hal semacam ini kemudian bagi pengikutnya disebut sebagai Google maha tahu.
Hingga hari ini, Google menempati posisi yang agung dalam masyarakat, setiap urusan diselesaikan melalui Google, setiap masalah Google memberikan solusi. Hal ini yang mengakibatkan google mendapatkan posisi dihati masyarakat, tidak terlupa generasi milenial. Google telah mengalahkan segala sesuatu yang ada bahkan posisi Tuhan diambil alih oleh Google yang mengikis akidah.
Krisis akidah seperti ini terus berjalan tanpa henti, bahkan semakin parah dan merasuk ke dalam sendi kehidupan beragama. Di sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah google masuk walaupun dengan jalan bawah tanah (sembunyi). Anak sekolah kian malas mencari kebutuhan sekolahnya, demi uang untuk mempertahankan tuhan google. Krisis akhlak anak sekolah pun kian menjadi, buku hanya sekedar pajangan, jawaban tugas sekolah tidak dicari melalui buku-buku pelajaran, melainkan tuhan google.
Tidak hanya sampai disitu, pernikahan dini diberbagai tempat banyak terjadi, karena google memfasilitasi perkenalan mereka sebelum usia wajarnya. Sekolah pun mengalami kesulitan dalam memberikan bimbingannya, karena google telah menyatu dengan kehidupan para siswa. Google telah memperbudak siswa menjadi pengikut setianya yang tidak terpisahkan, perintah guru kalah pamor dengan perintah google, sehingga tidak berlebih bila dikatakan google menjadi tuhan bagi generasi saat ini.
Hal semacam ini tidak hanya terjadi pada siswa, bagi orang dewasa yang mendadak menjadi bijak dan arif, tiba-tiba muncul di variannya google dengan ceramah keagamaan dan bahkan berani melawan gurunya. Ternyata google pun menjelma menjadi ulama atau Kyai bagi orang yang kurang dalam menuntut ilmu yang turut andil mempengaruhi pola pikir manusia dan mengikis akhlaknya.
Diberbagai media, banyak ditemukan orang yang tadinya menjadi preman, tiba-tiba hadir di media sosial dengan penampilan dan bahasa yang memukau dan berani menyalahkan gurunya ketika pendapat mereka tidak sesuai dengan pendapat tuhan google. Tidak hanya itu, paham-paham yang diperoleh di google yang belum diketahui asal usul ceramah tersebut menyebar melalui media sosial dan ikut mempengaruhi pemikiran orang lain yang menerimanya. Lalu muncullah paham-paham baru yang tidak diketahui sumber sahihnya, paham radikal mulai merebak mewangi, dan parahnya guru semakin terjebak oleh pemahaman muridnya, yang disalahkan kemudian guru yang mendidiknya.
Sekali lagi, sadar atau tidak, google telah mampu mengalahkan keagungan Allah, mulai bangun tidur hingga tidur lagi. Google telah menggores luka bagi kesehatan akidah masyarakat, dan google pun telah mengikis akhlak masyarakat terhadap orang yang pantas dihormati. Dibutuhkan proporsional dalam menghadapi google saat ini. Pendidikan harus lebih ditanamkan biar tidak salah dalam menerima ilmu dari orang-orang tidak jelas di google. Akidah dan akhlak yang sudah membudaya harus semakin ditingkatkan dengan menghadirkan Allah, Tuhan yang sebenarnya disetiap hembusan nafas. Kalimat syahadat telah mengikat jiwa dan raga untuk menuhankan sesembahan yang sebenarnya bukan sesembahan kaum musyrikin seperti menyembah google.
Menuhankan Uang
Selain tuhan google seperti yang dijelaskan di atas, yang paling parah sejak zaman dahulu hingga hari ini adalah tuhan uang. Bayangkan disetiap gerak-gerik kehidupan, mulai bangun tidur hingga tidur lagi yang ada dipikiran manusia adalah uang. Uang memiliki peran nomor wahid dalam kehidupan ini. Dan kasus-kasus yang terdapat di berbagai dunia saat ini, selalu uang (ekonomi) sebagai biang keroknya. Termasuk penjara (rumah tahanan) isinya orang-orang yang haus akan uang.
Di media sosial, setiap hari media sosial disibukkan dengan kegiatan OTT (Operasi Tangkap Tangan) KPK. Kasus narkoba, kasus PSK dan berbagai kasus lainnya tidak luput dari perselingkuhan dengan uang. Di kota, desa dan perkampungan pun ramai saat ini oleh kasus perampokan dan pencurian, uang menjadi dalang utamanya, dan semua karena uang.
Pada momen pilkada atau politik seperti saat ini, uang dijadikan sebagai strategi ampuh untuk menarik team dan menarik simpati masyarakat. Sogok menyogok marak terjadi, membeli kepala sudah ada harganya masing-masing, visi-misi membangun daerah sudah bukan zamannya yang ada zaman uang. Dengan uang, jabatan bisa diperoleh, dengan uang yang lebih pula kedudukan bisa terbuang. Beberapa bulan yang lalu, kasus salah seorang ketua partai yang diberikan uang oleh elite, demi kenaikan pangkat dan kedudukan, akhirnya dia mendekam di balik jeruji besi.
Selain ketua partai tersebut, media sosial disibukkan dengan berbagai kasus orang-orang yang berada di bawah kekuasaan uang. Orang-orang yang hidupnya diperbudak oleh uang. Mereka begitu mengagumi harta, produk-produk yang dimilikinya semua merek ternama, makanan dan pakaian mewah, tempat tinggal dan kendaraan dengan harga mendunia, hanya bergaul dengan orang kelas elite yang sama-sama beruang di level atas dan anti bergaul dengan masyarakat kelas bawah.
Sudah menjadi kodrat manusia di atas dunia ini untuk memenuhi kehidupannya, dan alat primer dalam memenuhi tuntutan hidup tentu dengan uang. Kadang manusia peras keringat banting tulang, pergi pagi pulang malam demi uang, sampai lupa terhadap kewajiban sebagai hamba yakni menjalankan ibadah. Demi uang segala upaya dilakukan, mulai dari yang halal, syubhat bahkan haram. Dan tidak sedikit manusia yang terjerumus ke lembah maksiat demi mendapatkan uang.
Hanya sesudah mati manusia tidak membutuhkan, tapi proses menuju mati, uang menjadi indikator kesehatan, mulai dari berobat, setelah mati pun, uang masih menjadi bayang-bayang untuk menunaikan prosesi ke liang lahat. Denyut nadi manusia memang selalu beriringan dengan yang namanya, uang mengisi semua otak manusia hingga lupa bahwa ada yang lebih agung di balik uang. Tanpa uang manusia akan mengalami kesulitan dalam memenuhi hidup, yang beruang pun bingung mau di kemanakan uangnya, apalagi yang tidak memiliki uang. Ketika kebutuhan hidup merajalela dengan tanggungan yang tinggi.
Manusia telah menuhankan uang dan dianggap segala-galanya. Karena dengan uang segala-gala bisa dibeli. Idealisme, prinsip hidup, kehormatan, dan martabat bisa dibeli dengan uang. Uang menjadi simbol ketinggian derajat atau status manusia di dunia. Orang beruang dihormati setinggi langit, sementara orang tidak beruang dilihat sebelah mata, bahkan dinistakan. Orang beruang dimuliakan, orang tidak beruang dipinggirkan. Jalinan pertemanan terbangun karena uang. Ketika uang tidak ada lagi, pertemanan pun putus. Banyak orang merapat kepada orang-orang kaya, menjauh sejauh-jauhnya dari orang miskin tak punya uang.
Mencari uang dengan usaha keras tak kenal lelah sesungguhnya tidaklah dilarang. Asalkan itu dilakukan dengan cara yang baik dan halal serta tidak sampai lupa daratan. Kemudian, setelah didapatkan uang itu dimanfaatkan di jalan kebaikan seperti untuk menghidupi keluarga, beramal jariyah misalnya membangun masjid atau tempat-tempat pendidikan, atau sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah seperti berzakat, bersedekah dan berhaji. Jadi, uang tersebut mengandung berkah. Keberkahan uang tidak terletak pada nilai nominalnya, tetapi pada cara mendapatkan dan kemanfaatannya.
Meski begitu, Nabi menganjurkan kita untuk hidup sederhana, tidak ambisius mencari uang apalagi sampai kelewat batas. Dan apabila rezeki kita melimpah, kita dianjurkan untuk menjadi orang dermawan. Bahkan, orang yang terlalu ambisius hingga menuhankan uang dicela oleh Nabi. Beliau bersabda dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan al-Bukhari:
“Celakalah hamba-hamba dinar, dirham, dan kain beludru. Jika diberi ia rela dan jika tidak diberi ia tidak rela.” (HR Al-Bukhari).
Segala yang kita punya di dunia, Allah akan memintai pertanggung jawabannya dan manusia akan mempertanggung jawabkan harta yang dimiliki. Paling tidak ada dua pertanyaan sebagai laporan pertanggung jawaban hidup mengenai harta yang dimiliki di dunia ini;
Pertama, dari mana manusia memperoleh uang dan bagaimana proses mendapatkan uang tersebut. Apakah dengan jalan yang halal atau dengan jalan yang haram atau syubhat.
Kedua, ke mana harta (uang) itu dibelanjakan, apakah di jalan Allah untuk membantu aktivitas agama Allah ataukah dipergunakan untuk ladang maksiat, memenuhi kebutuhan hawa nafsunya? Jawabannya ada di masing-masing otak dan pikiran manusia yang membutuhkan uang.
Setiap pundi-pundi rupiah yang diperoleh di dunia ini, wajib akan dimintai pertanggung jawabannya. Uang dapat menyelamatkan manusia sejak di dunia hingga akhirat, dan uang pula yang akan menyiksa manusia dengan siksaan batin maupun rohani, belum lagi siksaan di akhirat yang tidak terbayangkan pedihnya. Karena kebanyakan manusia terjerumus ke lembah neraka dengan hartanya.
Uang sejatinya hanyalah alat tukar yang mendekatkan dan mengeratkan interaksi sosial di antara sesama manusia. Uang juga hanya sarana kita untuk berbuat baik dengan sesama, baik saat proses mencari maupun saat sudah mendapatkannya. Uang bukan satu-satunya ukuran kebahagiaan. Betapa banyak orang bahagia dengan uang yang sedikit bahkan tak punya sepeser pun.
Menuhankan Manusia
Allah adalah Tuhan Maha Hebat, yang tiada tuhan selain Dia. Kekuasaannya meliputi langit dan bumi, dan Dialah yang menciptakan segala sesuatu di alam ini dan kekuasaannya tidak bisa diukur oleh alat secanggih apapun. Manusia hanyalah makhluk ciptaannya yang diberikan keistimewaan untuk mengatur dan mengelola alam sebagai bentuk penghambaannya terhadap Allah.
Kian hari, posisi Allah sebagai Tuhan yang merancang peredaran alam termasuk akal dan pikiran manusia semakin tersisihkan. Krisis akidah semakin terlihat pada watak manusia yang rakus terhadap kekuasaan sesamanya. Krisis akidah berjalan cukup akut seiring dengan berjalannya zaman yang menggiring kekuasaan Allah menjadi urutan yang ke sekian. Kekuasaan Allah dalam mengatur kehidupan ini pun semakin gelap dihadapan manusia yang mengadakan poligami akidah dengan sesamanya.
Gelapnya posisi Allah dihadapan manusia, adalah bentuk penyelewengan manusia yang silau menafsirkan sedikit kemampuan yang diberikan Allah kepadanya. Sedikit kemampuan demikian mencoba menjangkau realitas kehidupan pribadinya dengan berbagai landasan yang mustahil bisa dipahaminya. Lalu Tuhan dianggap pensiun dalam mengatur dan mengelola kehidupan, posisi Tuhan pun digadai oleh sesama makhluknya yang memiliki sedikit kelebihan dibandingkan dengan realitas hidupnya.
Manusia (makhluk) yang diberikan kedudukan dan posisi kemanusiaan dipandang sebagai yang memberikan kuasa terhadap hidupnya. Perselingkuhan pun marak, dimana-mana terjadi pergumulan yang tiada hentinya, akidah dikesampingkan oleh kebutuhan sesaat yang malah banyak memberikan mudarat terhadap hidup dan kehidupannya yang semakin semu. Krisisi akidah semakin menampakkan keprihatinan di era yang semakin kompleks.
Di tengah menonjolnya krisis akidah pada masyarakat, pemuka agama dan jajarannya diam seribu bahasa mengamati tanpa reaksi. Malah, mereka yang seharusnya menjadi penyangga mengembalikan potensi manusia ke arah kebaikan, tidak sedikit dari mereka pun terjerat dalam dilema halal haram dan menganggap semua yang terjadi adalah hal yang lumrah pada manusia. Harmonisasi akidah dengan perilaku demikian terus berjalan tanpa menemukan titik jenuh yang akan mengembalikan manusia kepada naluri nilai-nilai Ilahiyah yang sejatinya merupakan tujuan hidup.
Contoh konkret yang bisa dirasakan adalah budaya money politik yang kian menajam dan maju ke permukaan. Tidak sedikit yang menganggap beli suara dalam momen politik itu adalah hal yang wajar terjadi di tengah ketatnya orang-orang yang terjun ke dalam politik sebagai pemimpin. Pemimpin yang dihasilkan dari hasil suap kepada masyarakat. Hal semacam ini terus membudaya pada masyarakat, terutama masyarakat yang tingkat penghasilannya rendah dan ini dianggap sebagai ladang dalam mencari keuntungan.
Budaya semacam ini telah memasyarakat dan menjadi pegangan turun temurun pada orang-orang yang kadar akidahnya masih lemah. Dan ini juga termasuk dalam proses penghambaan manusia terhadap manusia. Kesadaran sebagian manusia terhadap kekuasaan Allah tergeser, menggantungkan hidupnya terhadap belas kasihan sebagian orang yang memiliki tujuan berkuasa telah membutakan mata batin untuk hanya berharap dan menggantungkan terhadap Allah yang Maha segalanya.
Sebagai umat Islam, tentu budaya suap ini tidak dibolehkan, baik dari segi proses maupun kelanjutannya. Karena selain akan merusak akidah, juga akan merusak sendi kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdampak kepada kepemimpinan yang kacau karena ditopang oleh SDM yang tidak bermutu yang dihasilkan melalui budaya jual beli (suap), di samping itu, keimanan yang tertanam dalam hati semakin melemah dan akan berdampak kepada krisis akidah yang semakin menonjol.
Hal ini pun tidak hanya disadari oleh orang yang menerima suap, orang-orang yang memberikan suap juga harus sadar, bahwa praktik demikian tidak dibenarkan dalam agama. Ambisi kekuasaan hendaknya dihilangkan agar tidak melahirkan penguasa-penguasa yang dihasilkan dari budaya suap. Prinsip keimanan harus ditanamkan bahwa Allah yang membolak balikkan hati pemilih dan Allah juga yang akan membuat proses dimudahkan, tidak ada kuasa selain izin-Nya.
Bergantung kepada kehendak Allah dan RasulNya adalah jalan terbaik dalam menjalani hidup, manusia hanya berusaha mengelaborasikan dirinya dengan kuasa yang sedikit diberikan Allah dan tidak menganggap makhluk mampu memberikan kedudukan dan posisi yang menguntungkan terhadap keberhasilannya. Rasulullah pernah bersabda:
“Tidak ada ketaatan kepada siapapun dalam maksiat kepada Allah, ketaatan hanyalah dalam perkara yang baik menurut syariat” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kaitannya dengan hal tersebut, bahwa mengikuti jejak negatif yang diberikan oleh sesama manusia adalah hal yang tidak dibenarkan dalam agama. Kepatuhan terhadap makhluk diukur apabila manusia tunduk dan patuh terhadap perintah Allah, bukan sebagai budak nafsu yang akan membawa kesesatan dan pengaruh buruk terhadap yang lain. Jika manusia mengajak untuk berbuat yang melanggar aturan Allah termasuk dalam urusan suap menyuap, maka menolak ajakan tersebut adalah hal terbaik untuk kemashlahatan hidup.
Implikasi dari hanya menuhankan Allah dalam kehidupan kongkrit inilah yang membuat panggung sejarah para Rasul gegap-gempita. Allah berkuasa secara mandiri ( Qiyamuhu binafsihi ), maka manfaat hanya menuhankan-Nya pasti dikembalikan pada manusia dan penciptaan lainnya.
Hanya menuhankan Allah yang akan membatalkan segala cara terlarang untuk menentukan segala sesuatu, baik harta, kekuasaan, libido, maupun lainnya; atau pada menantang, baik bos, pimpinan, kesulitan, suami, bahkan menentang pada pemiliknya saat sistem perbudakan masih ada kala itu. Tidak ada ketaatan pada peran dalam maksiat pada Khaliq.
Karenanya, jati diri manusia hanya sebagai hamba Allah ini sejajar dengan amanah melekat sebagai Khalifah fil Ardl . Manusia punya mandat melekat untuk mewujudkan kemaslahatan di muka bumi. Tauhid kepada Allah yang punya kekuatan dorongan kuat untuk melahirkan kemaslahatan dan punya daya tahan kuat dari membuat mafsadat (kerusakan) pada pembuatan-Nya, inilah yang disebut dengan Taqwa. Taqwa juga bisa dimaknai dengan iman kepada Allah yang mendorong perilaku yang baik (amal Shalih) dan mencegah perilaku yang baik pada saat kita bekerja. Dalam QS. Al-Maidah: 8 Allah berfirman;
“Hai orang-orang yang beriman haruslah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, tolonglah kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat ke takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Jadi Taqwa tidak hanya ditentukan oleh hubungan baik kita dengan Allah, tetapi juga hubungan baik kita dengan organisasi-Nya. Hubungan baik yang terjalin dengan sesama dalam rangka bersama-sama menggapai ridha Allah semata dengan menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya dan Allah mengingatkan bahwa orang paling mulia di sisi-Nya adalah yang paling bertaqwa.
0 comments:
Post a Comment